BANDUNG—-Potensi zakat di Kota Bandung ternyata cukup besar. Karena, bisa mencapai Rp1,6 triliun.
Menurut Wakil Ketua Bidang Pengumpulan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Bandung, Arif Nurakhman, angka potensi zakat di Kota Bandung yang fantastis tersebut diharapkan bisa membantu menangani masalah kemiskinan di Kota Bandung. Tercatat ada 62.000 orang mustahik (penerima zakat) yang terdapat di Kota Bandung.
Terkait zakat fitrah, Arif Nurakhman mengatakan, berdasarkan surat edaran BAZNAS Provinsi Jawa Barat Nomor: 236/BAZNAS-JABAR/IV/2022, Baznas Provinsi Jawa Barat resmi menetapkan besaran zakat fitrah tahun 1443 H/2022 M untuk Kota Bandung sebesar Rp32.000.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
“Tahun ini, nilai zakat fitrah yang harus dibayarkan di Bandung, Rp 32 ribu,” ujar Arif dikutip dari rilis Humas Pemkot Bandung, Senin (11/4).
Arif menjelaskan, dari potensi sebesar Rp1,6 triliun ini, pada 2021 Baznas Kota Bandung telah menghimpun zakat sebesar Rp88 miliar.
“Kami kumpulkan lewat empat LAZ, terhimpun Rp88 miliar dana zakat. Terdiri dari zakat fitrah, zakat mal dengan turunannya seperti pertanian, penghasilan, dan usaha yang berkembang,” paparnya.
Untuk bisa menyentuh angka maksimal potensi zakat, Arif memaparkan beberapa langkah yang akan diambil Baznas Kota Bandung, salah satunya melalui “Sadar Zakat”.
Apalagi, sejak pandemi melanda, penghimpunan zakat maal di Kota Bandung mengalami penurunan dari Rp2,6 miliar menjadi Rp2,2 miliar.
Sedangkan zakat fitrah turun dari sebelumnya 2020 sebanyak Rp34,6 miliar menjadi Rp33,7 miliar di tahun 2021.
“Kami sudah kerja sama dengan karang taruna untuk membangun Gerakan Sadar Zakat. Skemanya dengan sosialisasi dan edukasi zakat. Bisa berupa penyuluhan dan bakti sosial (baksos),” paparnya
“Dimulai dari membangun gerakan infak dulu dan disalurkan bersama. Sehingga bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang zakat,” imbuh Arif.
Selain itu, kata dia, upaya lainnya berupa maksimalkan sarana dan prasarana fundraising melalui optimasi digital. Juga memanfaatkan jaringan masyarakat di Bandung sendiri.
“Membangun kesadaran berzakat itu harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sehingga, kami juga bekerja sama dengan ikatan pedagang muslimah yang ada di setiap kecamatan. Pun dengan mengoptimalkan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di tiap kecamatan,” katanya.
Meski menurutnya, kesadaran berzakat masyarakat Bandung sudah tergolong baik, tapi masih perlu ditingkatkan dalam hal pemahamannya.
“Kesadaran sudah cukup baik, tapi untuk pemahamannya, masyarakat masih terbatas di zakat fitrah saja. Padahal, zakat itu ada dua, ada zakat fitrah dan zakat maal,” katanya.
Zakat fitrah memang merupakan kewajiban yang ditunaikan pada akhir Ramadhan. Tujuannya untuk membersihkan diri dan harta.
“Zakat fitrah dikenakan ke semua muslim, baik yang sudah berpenghasilan atau masih menjadi tanggungan keluarga,” katanya.
Selain itu, zakat fitrah juga memberikan kebahagiaan bagi para kaum duafa untuk tetap merasakan kebahagiaan di Idulfitri.
Sedangkan untuk zakat mal, kata Arif, bisa dilakukan jika sudah mencapai batas waktu tertentu atau batas nilainya.
“Jika harta yang punya potensi untuk berkembang sudah terkumpul senilai 85 gram emas dengan konversi di tahun berjalan. Atau jika sudah terkumpul selama 1 tahun,” kata Arif.
Meski potensi zakat sangat besar, tapi Arif menilai zakat tidak bisa menggantikan pajak. Namun, bisa bantu menurunkan angka pajak.
Selain zakat, Arif menambahkan, potensi besar untuk menurunkan angka kemiskinan juga bisa berasal dari infak dan sedekah.
Beberapa program yang didanai dari zakat, infak dan sedekah yang dihimpun Baznas Kota Bandung antara lain pendidikan, sosial, kesehatan, advokasi dakwah, dan ekonomi. Arie Lukihardianti