KPPU tentunya akan mencermati ketidakhadiran para perusahaan tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan telah melakukan penyelidikan dugaan kartel minyak goreng sejak 30 Maret 2022. Adapun, dalam proses penyelidikan itu, sejumlah perusahaan mangkir dari panggilan KPPU.
Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean, mengatakan, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap sembilan perusahaan produsen maupun distributor minyak goreng pada 6-8 April 2022, pekan lalu. Para perusahaan itu pun merupakan terlapor sekaligus saksi.
Di antaranya yakni PT Sinar Alam Permai, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Sawit, PT Asianagri Agungjaya, PT WT, PT GSRP, PT HM, PT PI, dan PT PMI. Namun, pada proses pemanggilan tersebut, hanya PT WT yang hadir sementara delapan perusahaan lainnya tak hadir.
“Ada alasan yang disampaikan kepada kami mengapa mereka tidak hadir memenuhi panggilan. Kami akan agendakan lagi untuk pemanggilan berikutnya,” kata Gopprera dalam Konferensi Pers KPPU, Senin (11/4/2022).
Meski demikian, ia mengatakan, KPPU tentunya akan mencermati ketidakhadiran para perusahaan tersebut. Tindakan perusahaan yang menunda-nunda pemeriksaan tentunya akan juga akan menjadi pertimbangan dalam proses penyelidikan KPPU.
“Kita juga akan liat apakah ini bisa menjadi bentuk-bentuk yang menghambat pemeriksaan atau masih bisa ditolerir. Kita akan lakukan penilaian,” kata dia.
Pasalnya, kata dia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 41 ayat 2 menyatakan, pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
Sementara itu, KPPU juga akan kembali melakukan pemanggilan 10 perusahaan pada 14-18 April 2022 mendatang. Terdapat sembilan perusahaan baru yang dipanggil dan satu perusahaan yang pada pemanggilan sebelumnya tak hadir yakni PT Asianagro Agungjaya.
Gopprera menjelaskan, para perusahaan yang dipanggil ada yang memiliki afiliasi dengan jaringan distributor tingkat pertama (D1). Perihal itu, tentunya juga akan menjadi bahan penyelidikan KPPU untuk melihat dan membuktikan adanya kartel harga yang disepakati. Baik antar produsen maupun produsen dengan distributornya.
Langkah-langkah tersebut, kata Gopprera, dalam rangka mencari alat bukti tambahan agar proses penyelidikan bisa naik ke tahap selanjutnya. Seperti diketahui, KPPU saat ini mengklaim telah memiliki satu alat bukti, namun diperlukan minimal dua alat bukti untuk bisa melanjutkan proses penegakkan hukum di KPPU dalam hal persaingan usaha.