Lili pernah terbukti melanggar kode etik dan perilaku yang membuatnya disanksi berat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar kembali harus berurusan dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pelaporan terhadap mantan wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu juga sudah diterima Dewas KPK.
“Ya benar ada pengaduan terhadap ibu LPS (Lili Pintauli Siregar),” kata Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi, Rabu (13/4/2022).
Syamsuddin mengatakan, Dewas segera memproses pelaporan terhadap Lili Pintauli. Mantan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini melanjutkan, laporan pengaduan terhadap Lili kini tengah dipelajari sesuai prosedur operasional baku yang berlaku di Dewas.
Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Lili diduga menerima fasilitas mewah untuk menonton MotoGP di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Lili diduga mendapatkan fasilitas menonton MotoGP mulai 18 hingga 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diyakini mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16 Maret sampai 22 Maret 2022.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewas KPK meminta Lili Pintauli Siregar mundur sebagai pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut perlu dilakukan jika Lili kembali terbukti melanggar kode etik pegawai KPK.
“Jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar dewan pengawas segera meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
ICW juga meminta kedeputian penindakan KPK segera menyelidiki dugaan pelanggaran dengan mengusut tindak pidananya baik gratifikasi, suap atau pemerasan. Kurnia mengatakan, hal itu dilakukan mengingat ranah penindakan bukan berada di tangan Dewas.
Seperti diketahui, ini bukan kali pertama Lili Pintauli Siregar berurusan dengan dugaan pelanggaran etik. Lili sebelumnya telah terbukti melanggar kode etik dan perilaku pegawai KPK dengan melakukan kontak kepada mantan wali kota Tanjungbalai, M Syahrial yang saat itu tengah berperkara di KPK.
Dewas menilai Lili telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi. Dewas menghukum Lili dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan yaitu sebesar Rp 1,8 juta dari keseluruhan upah miliknya sebesar Rp 110,7 juta.
Lili juga sempat dilaporkan ke Dewas atas dugaan kebohongan publik masih berkenaan dengan kasus M Syahrial. Terkait hal ini, Dewas mengaku akan memproses laporan tersebut.
Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas terkait dugaan pelanggaran etik berkenaan dengan penanganan perkara di Labuhanbatu Utara Labura, Sumatra Utara. Namun, Dewas menegaskan tidak akan menindaklanjuti laporan ini karena mengaku tidak cukup bukti.