Mensucikan jiwa merupakan tugas kehambaan yang terus menerus
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Di antara misi agung Nabi Muhammad SAW adalah mengajarkan manusia mensucikan jiwa dari segala kotoran dosa. Alquran sendiri menjadikan kesucian jiwa sebagai salah satu tema penting yang disebut-sebut pada beberapa ayat.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kedurhak dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS Asy Syams ayat 7-10).
KH Jeje Zenudin dalam bukunya “Seputar Puasa, Lailatul Qadar dan Lebaran” menuliskan tentang arti “nafs” pada ayat di atas mencakup dua makna yaitu pertama, bagian diri manusia secara lahiriyah yang diciptakan Allah SWT secara sempurna.
Dan juga serasi dengan organ tubuh dan panca indera yang lengkap. “Sehingga memungkinkannya untuk menunaikan tugas sebagai Hamba dan KhalifahAllah di muka bumi,” katanya.
Kedua, maksudnya adalah bagian batin manusia, yaitu jiwa atau ruh. Makna kedua inilah yang dipilih mayoritas mufassir berkenaan dengan maksud ayat di atas.
Maka maksud penyempurnaan penciptaan jiwa di sini adalah “Allah SWT menciptakan jiwa itu sempurna di atas fitrahnya yang lurus.” Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam surat Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
كل مولود يولد على الفطرة “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah…” (HR Bukhari dari Abu Hurairah RA). Hadits qudsi menyebutkan sebagai berikut:
إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ
“Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus dalam tauhid) tetapi datang setan lalu menggelincirkan mereka dari agama mereka” (Hadits Qudsi, Shahih Muslim dari lyadh bin Himar al-Mujasyi’iyi).