By | April 10, 2022
Relawan mengumpulkan mayat warga sipil yang terbunuh, di Bucha, dekat Kyiv, Ukraina, Senin, 4 April 2022. (FOTO : AP/Efrem Lukatsky)

KAKI BUKIT – Perang antara Rusia dan Ukraina belum berakhir. Di tengah perang dan pembicaraan upaya damai antara kedua negara yang bertikai tersebut tiba tersiar kabar adanya eksekusi massal terhadap warga sipil Ukraina di daerah Bucha, dekat Kiev.

Setelah pasukan Rusia angkat dari wilayah itu, ditemukan banyak mayat warga sipil bergeletakan di jalan-jalan, juga ditemukan adanya kuburan massal di sana. Dunia pun geger, banyak pemimpin negara di dunia murka dan menuding Rusia harus bertanggung jawab terhadap kekerasan dan kejahatan perang tersebut.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam program CBS Face the Nation, Ahad (3/4) menuduh Rusia telah melakukan genosida di negaranya, setelah ditemukannya kuburan massal dan dugaan eksekusi warga sipil di dekat Kiev. “Ini adalah genosida. Penghapusan seluruh bangsa dan rakyat (Ukraina),” katanya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jaksa agung Ukraina menyatakan negaranya menemukan 410 jenazah di kota-kota di sekitar Kiev. Sementara Walikota Bucha menyebutkan, setelah pasukan Rusia mundur ada sekitar 300 warganya tewas dibunuh pasukan Rusia.

Apa yang terjadi di Bucha memicu kemarahan dunia internasional, dengan para pemimpin Barat menyerukan penyelidikan kejahatan perang dan sanksi baru terhadap Rusia. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, kematian warga sipil Ukraina di kota Bucha menunjukkan “wajah kejam” pasukan Rusia.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menuding pembunuhan warga sipil di kota Bucha sebagai “kebrutalan yang tak bisa lagi ditolerir” yang belum pernah dialami Eropa selama beberapa dekade. Dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyerukan bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas kematian warga sipil di Ukraina. Trudeau mengecam pembunuhan warga sipil di kota Bucha, yang disebutnya “mengerikan.”

Ada juga negara yang menyerukan penyelidikan atau investigasi terhadap apa yang terjadi di Bucha tersebut. China menyerukan investigasi menyeluruh pembunuhan massal di Bucha. Turki menyerukan pembunuhan warga sipil Bucha diselidiki lembaga independen, dan Indonesia menyatakan mendukung PBB selidiki dugaan pembunuhan warga sipil di Bucha.

Sementara Rusia membantah tuduhan itu dengan menyebut foto dan video mayat di Bucha sebagai pertunjukan pemerintah Ukraina untuk Barat. Di Moskow, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mendesak para pemimpin global untuk menghentikan tuduhan tersebut terhadap Rusia dan menolak tuduhan tersebut.

Sementara Ketua Duma, majelis rendah parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin menyatakan bahwa pembunuhan warga sipil di kota Bucha, adalah bagian dari tindakan curang Barat untuk mendiskreditkan Rusia. “Washington dan Brussels penulis skenario dan sutradaranya sedangkan Kiev adalah aktor-aktornya. Tidak ada fakta, hanya kebohongan,” kata Volodin.

Di tempati lain jauh dari medan perang Rusia vs Ukraina, di markas PPB yang berada di New York, Majelis Umum PBB menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia (UNHRC) setelah muncul bukti tentang kekejaman massal yang dilakukan oleh pasukan Moskow. Dari hasil pemungutan suara 93 suara setuju, 24 menolak, dan 58 negara lainnya abstain untuk resolusi tersebut.

Genosida

Benarkah yang terjadi di Bucha, Ukraina tersebut adalah genosida? Apa itu genosida? Apakah yang dilakukan tentara Rusia sebagai sebuah kejahatan perang yang para pelakunya harus dimintai pertanggungjawabannya? Mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan massal tersebut harus diseret ke pengadilan internasional.

Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut memang membutuhkan sebuah penyelidikan indepen. Namun serangan terhadap warga sipil pada perang Rusia – Ukraina harus diselidiki sebagai kejahatan perang.

Merujuk pada Rome Statute on International Criminal Court 1998 yang mulai berlaku efektif pada 1 Juli 2002, genosida merupakan salah satu dari empat bentuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM). Tiga bentuk lainnya adalah kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi. Keempat bentuk pelanggaran berat HAM tersebut mulai menjadi norma yang mengikat dan bersifat hard law ketika Rome Statute on International Criminal Court 1998 mulai berlaku.

Menurut 5 Pasal 2 ayat (2) The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) bahwa genosida berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti misalnya: (a) Membunuh anggota kelompok tersebut; (b) Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut;

(c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian; (d) Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut; (e) Memindahkan secara paksa anak anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.

Genosida secara bahasa berasal dari dua kata “geno” dan “cidium.” Kata geno dari bahasa Yunani yang artinya “ras” sedangkan kata cidium asal kata dari bahasa Latin yang artinya “membunuh.” Istilah genosida atau “genocide” sendiri baru dikenal setelah tahun 1944 yang diperkenalkan oleh Raphael Lemkin, seorang pengacara Polandia.

Jadi genosida termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Kejahatan genosida adalah sebuah tindakan kejahatan pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan.

Dalam Pasal 2 ayat (3) ICTR mengatur bahwa perbuatan-perbuatan berikut ini harus dihukum: (a) Genosida; (b) Persekongkolan untuk melakukan genosida; (c) Penghasutan publik secara langsung untuk melakukan genosida; (d) Percobaan untuk melakukan genosida; (e) Pembantuan dalam genosida.

Genosida juga memiliki dimensi tanggung jawab pidana bagi individu serta dimensi perintah atasan dan ketentuan hukum. Sehingga pelaku (genosida) tidak dapat terhindar dari proses hukum sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan oleh aturan internasional, bahkan dengan alasan apapun.

Para pelaku pelaku pelanggaran HAM harus diadili oleh International Criminal Court (ICC) yang mengadili pelaku pelanggar berat HAM. Pelaku pelanggar berat HAM diseret ke ICC setelah sebelumnya PBB melalui Dewan Keamanan terlebih dahulu harus memulai penyelidikan sebagai salah satu opsi untuk menilai bahwa kasus tersebut mengancam perdamaian dan keamanan internasional.

Berdasarkan Rome Statute on International Criminal Court 1998 atau Statuta Roma pada tanggal 17 Juli 1998 melahirkan Mahkamah Pidana Internasional Permanen. Mahkamah Pidana Internasional ini berada dibawah naungan PBB dengan tempat kedudukan di Den Haag, Belanda.

Mahkamah Pidana Internasional atau ICC berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma yang berisi ketentuan bahwa, yurisdiksi mahkamah terbatas pada kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan. Mahkamah mempunyai yurisdiksi sesuai dengan statuta berkenaan dengan kejahatan- kejahatan: 1. Kejahatan Genosida; 2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan; 3. Kejahatan Perang; 4. Kejahatan Agresi.

Ada banyak kejahatan genosida yang terjadi di muka bumi. Seperti kejahatan kemanusian dan genosida yang terjadi di Rwanda, Afrika tahun 1993 memusnahkan warga etnis Tutsi oleh warga etnis Hutu. Dalam peristiwa tersebut ada sekitar 1 juta jiwa orang menjadi korban yang meninggal dari etnis Tutsi dan etnis Hutu berfaham moderat.

Genosida pada etnis Tutsi bermula pada tahun 1990, Front Patriotique Rwandais (FPR) yang didirikan oleh etnik Tutsi melancarkan pemberontakan melawan pemerintahan yang didominasi oleh Etnis Hutu. Kemudian ekstremis dari etnis Hutu melakukan propaganda bahwa presiden Rwanda dibunuh oleh etnis Tutsi lalu terjadi pembalasan, bahwa bagi setiap orang Hutu untuk melenyapkan orang-orang Tutsi.

Pada saat itu Radio Television Libre des Mille Collines (RTLM) yang didirikan oleh Ferdinand Nahimana. Lalu Ferdinand Nahimana dan kawan-kawan merancang strategi untuk memusnahkan warga etnis Tutsi dan warga etnis Hutu moderat. Melalui RTLM menyiarkan pesan-pesan kebencian terhadap warga Tutsi dan membagikan senjata bagi anggota milisi untuk menghabisi warga etnis Tutsi.

Tahun 1994 PBB membentuk sebuah mahkamah pidana internasional ad hoc untuk mengadili pelaku genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Rwanda berdasarkan Resolusi PBB No. 955/1994. Mahkamah ini diberi nama The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang berkedudukan di Arusha, Tanzania.

Mahkamah ini mengadili para pelaku genosida termasuk Ferdinand Nahimana pemilik stasiun RTLM dengan dakwaan persengkokolan untuk melakukan genosida, penghasutan secara langsung dan umum untuk melakukan genosida, penyertaan dalam melakukan genosida. Juga dijerat dengan dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Atas perbutannya, Mahkamah Internasional menyatakan Ferdinand Nahimana terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman pidana seumur hidup. Atas hukuman tersebut Nahimana mengajukan banding dan pada 28 November 2007 mejelis banding meringankan hukumannya menjadi 30 tahun.

Peristiwa genosida lainnya terjadi di muka bumi, pada Perang Dunia I terjadi pembantaian massal dan deportasi hingga 1,5 juta orang Armenia oleh Turki Ottoman. Kemudian peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman yang menewaskan enam juga etnis Yahudi dan lima juta etnis Latvia oleh pemerintahan Hitler melalui rencana “Solusi Akhir” dengan tujuan untuk “memurnikan” Jerman secara etnis.

Ada peristiwa genosida di Kamboja oleh kelompok Khamer Merah yang mengambil alih pemerintahan pada tahun 1975. Dalam empat tahun Khamer Merah berkuasa ada sekitar 1,7 – 2 juta warga Kamboja tewas dalam “Killing Fields” atau ladang pembantaian Khamer Merah.

Kemudian ada Konflik Bosnia yang meletus pasca pecahnya negara Yugoslavia tahun 1991. Pada 1992. Republik Bosnia dan Herzegovina (Bosnia) mendeklarasikan sebagai negara merdeka. Sejak itu kawasan tersebut menjadi medan pertempuran. Orang-orang Serbia mengincar warga sipil Bosnia dan Kroasia melalui kampanye pembersihan etnis. Akibat konflik tersebut di Bosnia merenggut nyawa sekitar 100.000 orang warganya.

Pada perang saudara di Sudan yang terjadi tahun 2003 pemerintah Sudan melakukan genosida terhadap warga sipil Darfuri, ada sekitar 300.000 tewas dan lebih dari 2 juta orang mengungsi.

Tahun 2017 terjadi genosida pada etnis muslim Rohingya di Myanmar. Dari laporan Tim Independen Pencari Fakta PBB secara eksplitis menyatakan enam pejabat militer Myanmar menghadapi tuduhan genosida atas kampanye militer mereka terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine. Pada tahun itu militer Myanmar-Tatmadaw meluncurkan operasi besar—besaran di Rakhine terhadap etnis Rohingya.

Pemerintah Gambia di Afrika lalu mengajukan tuduhan genosida kepada Pemerintah Myanmar ke Mahkamah Internasional bahwa militer Myanmar telah melakukan “operasi pembersihan yang luas dan sistematis” terhadap Rohingya, mulai Oktober 2016 dan berlanjut hingga Agustus 2017. Gambia menuduh Myanmar melanggar Konvensi Genosida 1948. Sekitar 700.000 orang Rohingya melarikan diri dari serangan brutal militer Myanmar. Mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh.

Apakah benar yang terjadi di Ukrania adalah genosida yang dilakukan militer Rusia seperti dituduhkan Presiden Ukraina? Maka berdasarkan kewenangan yang dimilikinya PBB harus menangani kasus ini menurut menurut hukum internasional yang berlaku. Kewenangan PBB mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kedamaian dan keamanan Internasional.

Berdasarkan Bab VI dan VIII Piagam PBB jelas menyebutkan dijelaskan PBB mempunyai kewenangan untuk membantu melindungi populasi dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. PBB mempunyai peran penting seperti dalam pencarian fakta-fakta dan penanganan bagi korban kejahatan genosida. (maspril aries)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *