Duterte dan Xi sepakat perlu mendiskusikan code of conduct laut Cina Selatan
REPUBLIKA.CO.ID, MANILA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan percakapan via telepon dengan Presiden Cina Xi Jinping pada Jumat (8/4). Pada kesempatan itu, mereka sepakat menjaga perdamaian di Laut Cina Selatan (LCS).
“Para pemimpin menekankan perlunya mengerahkan semua upaya untuk menjaga perdamaian, keamanan, dan stabilitas di LCS dengan menahan diri, meredakan ketegangan serta bekerja pada kerangka kerja yang disepakati bersama untuk kerja sama fungsional,” kata kantor kepresidenan Filipina dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (9/4).
Menurut kantor kepresidenan Filipina, meskipun terdapat perselisihan, mereka dan Cina berkomitmen memperluas ruang untuk keterlibatan positif. Dalam percakapan via telepon tersebut, Duterte dan Xi menekankan tentang perlunya melanjutkan diskusi serta menyimpulkan code of conduct di LCS.
Pada November tahun lalu, Filipina kembali terlibat ketegangan dengan Cina di LCS. Kala itu, dua kapal pemasok makanan untuk tentara Filipina, ditembak menggunakan meriam air oleh tiga kapal penjaga pantai Cina di wilayah Ren’ai Jiao di LCS. Filipina menyebut wilayah itu dengan nama Kulumpol ng Ayungin, yang merupakan atol di Kepulauan Spartly di LCS.
Menurut Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr, tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut. Namun dua kapal pemasok makanan untuk tentara negaranya itu akhirnya membatalkan misinya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian menyebut, penembakan terhadap dua kapal Filipina itu sudah tepat. “Dua kapal Filipina melewati perairan dekat Ren’ai Jiao di wilayah Cina tanpa izin, lalu kapal penjaga pantai Cina menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum untuk menjaga kedaulatan Cina serta tata tertib di lautan,” ujarnya pada 18 November tahun lalu
Dia mengklaim situasi di dekat Ren’ai Jiao tetap damai. “Cina dan Filipina sedang menegosiasikan masalah tersebut,” kata Zhao.
Cina diketahui mengklaim sebagian besar LCS sebagai bagian dari teritorialnya. Klaim tersebut ditentang sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Amerika Serikat (AS).
sumber : Reuters