Puasa merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim yang sudah mukallaf dan mumayyiz, yakni yang berakal dan terbebani oleh hukum. Orang yang dibebani hukum itu adalah sudah berakal, misalnya laki-laki atau perempuan yang berusia 15 tahun atau sudah bermimpi basah (bagi laki-laki), dan haid bagi perempuan.
Namun demikian, puasa bukan hanya dilaksanakan oleh umat Islam saja, tetapi juga umat pada agama lain, seperti agama Yahudi, Nasrani, maupun agama lain bahkan yang menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penganut kebatinan pun juga melaksanakan puasa.
Dalam faktanya, puasa itu bukan hanya dilakukan manusia, tetapi sejumlah hewan pun berpuasa. Kok bisa? Ya, karena memang mereka memerlukan hal ini (puasa, pen) untuk kesehatan serta kepentingan hidupnya.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Di antara hewan yang berpuasa itu adalah ular. Ular, salah satu hewan melata terbesar di dunia, melakukan puasa dalam hidupnya. Ia berpuasa, karena demi kelangsungan hidupnya. Ia perlu mengganti kulitnya yang sudah mulai ‘keriput’ atautua. Ia mengganti kulitnya secara berkala. Bisa setahun sekali, dua tahun sekali, atau bahkan lebih. Saat akan mengganti kulit tersebut, maka ular harus berpuasa. Sebab, bila tidak melakukan puasa, maka ia tak akan bisa melepaskan kulit luarnya atau menggantinya dengan kulit yang baru.
Kulit luar akan terkelupas bila ular sudah berpuasa. Kulit lamanya akan mudah dilepaskan, sehingga berganti dengan kulit yang masih baru dan cerah.
Disinilah bedanya puasanya ular dengan manusia, khususnya umat Islam, dan juga agama lain. Umat Islam berpuasa untuk membentuk dirinya menjadi pribadi yang muttaqin, yakni bertakwa kepada Allah SWT.
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana (puasa) juga telah diwajibkan atas umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).