By | April 8, 2022

REPUBLIKA.CO.ID, MARANG — Kampung Batangan yang terletak di Marang, sekitar 25 kilometer dari Kuala Terengganu, Malaysia terkenal dengan jajanan dodol daun palasnya. Secara turun-temurun, produksi racikan manis dan lengket yang diisi dengan daun palem kipas ini menjadi sumber pendapatan dan bisnis yang menguntungkan bagi penduduk desa.


Salah satu masyarakat yang telah lama berkecimpung dalam bisnis kuliner warisan ini, Rojini Razak, mengatakan rasa dodol yang kaya krim bercampur aroma daun lontar banyak dicari selama Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.


“Dulu, sekitar 15 orang dari kami terlibat aktif dalam produksi makanan lezat ini di desa. Namun, saat ini hanya enam yang bertahan,” ujar wanita berusia 46 tahun ini, dikutip di Bernama, Kamis (7/4/2022).


Hal ini terjadi karena pengetahuan dan keterampilan dalam membuat makanan tradisional tersebut tidak diturunkan ke generasi berikutnya. Akhirnya, banyak yang tidak lagi mampu melanjutkan warisan tersebut.


Rojini sendiri mewarisi bisnis dodol daun palas dari mendiang ibunya, Esah Mamat sejak 2014. Untuk menjaga kualitas dan rasa dodol, proses pemasakan dan pengadukan biasanya memakan waktu hingga delapan jam.


Selain itu, dodol yang dimasak di atas kompor arang jauh lebih enak dan tidak mudah gosong dibandingkan dengan menggunakan kompor modern. “Dulu ada pedagang yang memilih menggunakan mesin pengolah dodol, namun tak lama mereka harus menjualnya kembali karena pelanggan bisa membedakan dan menolak rasa mesin yang memproduksi dodol,” kata dia yang merupakan generasi keempat pewaris perusahaan keluarga tersebut.


Tidak berhenti di situ, daun lontar yang digunakan untuk membungkus dodol harus dibersihkan dan dikeringkan agar tidak cepat tumbuh jamur pada dodol. Rojini, yang menjalankan bisnis dengan suaminya Mazlan Abdullah, hanya memasak satu panci besar dodol dua kali seminggu. Hal tersebut dilakukan karena ia membutuhkan waktu untuk mengumpulkan daun lontar, mengeringkan dan membungkus dodol.


“Setiap pot besar menghasilkan 4.000 bungkus dodol daun palas yang dijual seharga 18 sen per buah,” ucap ibu enam anak itu.


Selanjutnya, ia menambahkan, dalam satu bulan bisa menghasilkan sekitar 2.400 ringgit Malaysia atau setara Rp 8,2 juta. Sebagian besar produk dijual ke pedagang, tidak hanya dari pasar di sekitar Terengganu tetapi juga di negara bagian lain seperti Pahang dan Kedah.


Sejauh ini, ia telah menerima pesanan sebanyak 20 ribu bungkus dari pelanggannya, dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri mendatang. “Kami membuat dodol ini sepanjang tahun, tetapi selama musim perayaan kami harus menghasilkan sembilan hingga 10 pot, bukan delapan pot sebulan, untuk mengatasi permintaan yang meningkat,” lanjutnya.


Rojini menambahkan, putri sulungnya kini sedang mempelajari trik-trik berdagang untuk memastikan seni membuat makanan tradisional itu bisa diturunkan ke generasi mendatang. 

https://www.bernama.com/en/general/news.php?id=2069445

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *