REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA — Saat Ramadhan datang, umat Islam di seluruh dunia akan menyambutnya dengan beragam budaya berbeda, terutama selama waktu berbuka puasa. Salah satu yang menarik adalah tradisi ‘sewa gigi’ di Turki yang diakui telah memudar di masyarakat sejak jatuhnya Kesultanan Ottoman.
Dilansir dari Turkish Radio and Television (TRT World), Senin (11/4/2022), meski memudar, tapi sisa-sisa tradisi yang juga berarti pemberian hadiah Ottoman ini masih dapat ditemukan di Turki hari ini. Di masa lalu, tradisi ini berarti mengadakan makan malam berbuka puasa di rumah-rumah mewah dan istana dan membagikan hadiah mahal, seperti piring perak, rosario kuning, batu mulia, cincin perak, dan koin emas yang dibungkus tas beludru.
Anggota dari penguasa Ottoman berpartisipasi dalam buka puasa ini. Tuan rumah akan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka dengan mengatakan: “Kamu telah menjadi tamuku, kamu telah membuat gigimu lelah dengan memakan makanan yang aku sajikan, jadi ini adalah bayaran atas lelahmu (hadiah),”katanya.
Dalam 10 hari pertama Ramadhan, Sultan Ottoman mengundang wazir dan pejabat tinggi lainnya ke istana untuk berbuka puasa. Saat menyerahkan hadiah, pelayan sultan akan mencium nampan penuh tas beludru dan kemudian meletakkannya di atas kepalanya untuk disampaikan kepada para tamu.
Saat menerimanya, para tamu berperilaku serupa. Sewa gigi tidak hanya diberikan oleh para sultan, tetapi juga oleh para wazir.
Menurut catatan sejarah, sumber menyatakan bahwa Mahmud Pasha, salah satu wazir kuat Al Fatih atau Sultan Mehmed, memasukkan koin emas ke dalam nasi di jamuan makan. Koin-koin itu dimiliki oleh mereka yang menemukannya saat makan.
Saat Mahmud Pasha menyelenggarakan jamuan buka puasa di rumahnya. Mereka yang berbuka puasa di meja Pasha menantikan makan nasi dengan buncis karena semua orang ingin mengunyah buncis yang keras seperti logam.
Bukan buncis biasa, Pasha akan menaruh potongan emas berbentuk buncis ke dalam nasi saat dimasak dalam kuali besar. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa para wazir melakukan aksi ini untuk menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang dekat dengan mereka.
Kebiasaan sewa gigi mengalir ke jajaran menengah birokrasi militer dan sipil Utsmaniyah. Biasanya, perwira berpangkat rendah mulai menganggap itu tugas mereka untuk pergi ke pesta makan malam atasan mereka.
Kadang-kadang, pertemuan semacam itu adalah acara jalan-jalan gratis di mana siapa pun dapat memasuki tempat tersebut dan makan bersama dengan peserta lain. Tradisi sewa gigi sebagian besar dilihat sebagai milik elite Ottoman, tetapi pada akhir abad ke-18, itu telah menyebar ke semua lapisan masyarakat. Orang memberi sedekah dengan menamainya tradisi sewa gigi agar tidak mencederai harkat dan martabat orang miskin.