REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS –Sebuah dapur terbuka di jantung Damaskus, yang terletak hanya beberapa meter dari masjid yang sangat terkenal di ibukota Suriah, Masjid Umayyah, puluhan sukarelawan bekerja keras untuk menyiapkan ribuan makanan sebelum matahari terbenam.
Para sukarelawan itu berasal dari Saaed, sebuah kelompok nirlaba lokal yang telah memberi makan masyarakat yang kelaparan di Suriah selama Ramadhan. Mereka sudah melakukan itu selama satu dekade terakhir.
Praktik amal tersebut, kini umum dilakukan di bagian lain wilayah Suriah. Sementara dulu itu adalah hal yang tidak populer di Suriah, hingga dimulainya perang saudara yang telah membuat sebagian besar rakyatnya miskin dan membutuhkan bantuan.
“Dapur lapangan tidak pernah terlihat di Suriah sebelum perang,” kata Pendiri Dapur Lapangan, Essam El Habal, sambil menambahkan segenggam garam ke panci besar berisi nasi yang sedang ditanak.
“Tetapi kekerasan dan sanksi keuangan telah membuat banyak warga Suriah jatuh miskin dan membutuhkan bantuan, yang membuat kami (mereka yang mampu) untuk bergandengan tangan dan saling membantu,” papar El Habal lebih lanjut.
Sebuah laporan PBB yang dirilis bulan lalu menunjukkan lebih dari 90 persen penduduk Suriah hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara 12 juta orang (lebih dari dua pertiga) memiliki persediaan makanan yang tidak aman, dan 14,6 juta membutuhkan bantuan kemanusiaan.
“Kian sedikit orang yang memiliki akses yang cukup ke makanan bergizi di Suriah, daripada di titik lain mana pun selama 10 tahun terakhir,” kata World Food Program pada 2021.
Badan PBB menghubungkan ini dengan ekonomi yang hancur, hingga merampas banyak mata pencaharian dan merenggut pendapatan yang cukup, sementara harga pangan terus meningkat.
Krisis kemanusiaan telah menciptakan layanan Saaed, dan kelompok serupa. Dan mereka menjadi kelompok yang sangat penting dibanding sebelumnya.
Di bawah moto ‘Khasi al jou’ (‘Be Gone, Hunger’) dalam dialek Suriah, Saaed telah menyediakan lebih dari empat juta porsi makanan selama 10 tahun terakhir. Pada hari pertama Ramadhan tahun ini, kelompok itu membagikan 5.000 porsi makanan.
“Makanan ditawarkan kepada siapa saja yang datang dengan membawa panci dan wadah untuk diisi. Makanan lainnya ada juga yang dikirim ke depan pintu keluarga miskin, yang datanya telah kami kumpulkan,” ucap El Habal dilansir dari The National, Rabu (13/4/2022).
Jumlah makanan yang disediakan oleh Saaed terus meningkat dari 130 ribu pada tahun 2013 menjadi 750 ribu pada tahun 2019, sebelum akhirnya harus menurun karena pandemi corona.
“Pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19, kami hanya berhasil mendistribusikan 150 ribu makanan. Itu karena kami bekerja di dapur tertutup yang terbatas, di bawah aturan pencegahan yang ketat untuk memastikan keselamatan semua orang,” kata El Habal.
The National tidak bisa mewawancarai para penerima bantuan itu, karena peraturan media yang diberlakukan oleh pemerintah. Aturan itu untuk menghormati privasi para penerima dan menghindari mempermalukan mereka.
Sebuah tim yang terdiri dari sekitar 125 sukarelawan mengoperasikan Dapur Lapangan di Damaskus, di mana penghalang dipasang untuk mengendalikan kerumunan.
Tim lain beroperasi di pinggiran pedesaan ibu kota, serta di seluruh Aleppo dan Al Quneitra. Secara keseluruhan, Saaed memiliki sekitar 3.000 orang yang bekerja untuk memberi makan mereka yang membutuhkan.
Bekerja berjam-jam di bawah terik matahari untuk memenuhi menu berbuka puasa, para relawan Saaed secara jelas membagi tugas untuk memastikan semuanya berjalan lancar.
Sementara beberapa memotong sayuran, menyiapkan bahan, dan menangani panci mendidih, yang lain ditugaskan untuk mengisi wadah mereka yang datang ke dapur atau mengemas makanan untuk pengiriman.
Seorang sukarelawan berusia sekitar 20 tahun, Moataz Hamouda, telah menjadi bagian dari tim Saaed selama delapan tahun. Ia mengatakan bahwa menjadi bagian dari kegiatan itu adalah memenuhi hasratnya yang ia nantikan setiap tahun.
“Ini adalah citra yang saya suka menjadi bagian dari sekelompok pemuda peduli yang datang bersama untuk tujuan yang baik. ‘Hanya warga Suriah yang merasakan penderitaan warga Suriah lainnya’,” kata dia.
Sementara Hamouda melakukan berbagai tugas sesuai kebutuhan, momen terbaik dalam hidupnya adalah ketika ia mengantarkan makanan ke para keluarga tepat sebelum adzan maghrib.
“Ini selalu meninggalkan kesan mendalam di hati saya,” ujar El Habal yang juga mengatakan bahwa semua makanan tersedia melalui sumbangan.
“Para dermawan menyediakan bahan untuk kami gunakan dan selalu meminta untuk tetap tidak disebutkan namanya untuk menghormati keluarga Suriah. Banyak dari mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan ekonomi yang telah mereka capai, karena akibat dari kondisi yang sedang berlangsung,” katanya.
Para pedagang juga menyediakan beberapa bahan dengan harga diskon atau gratis. Beban keuangan dan kesulitan ekonomi sering muncul dalam obrolan di antara para sukarelawan Saaed, saat mereka menyiapkan makanan.