REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Sepekan memasuki bulan suci Ramadhan, sebuah situs di Yerusalem, Gerbang Damaskus, justru tidak menampilkan suasana suka cita bulan suci. Wilayah itu seperti diselimuti ketakutan akan konfrontasi dan kekerasan seperti tahun sebelumnya.
Padahal alun-alun bergaya amfiteater di luar Gerbang Damaskus Kota Tua adalah tempat yang populer bagi warga Palestina untuk bertemu setelah berbuka puasa. Penjual menggulung gerobak makanan ringan dan jus ke dalam alun-alun. Pemuda Palestina kadang-kadang melakukan akrobat dengan sorak-sorai dari kerumunan.
Namun ketegangan kembali tinggi di kota suci wilayah itu. Israel mengerahkan pasukan keamanan ekstra ke daerah itu setelah serangkaian serangan yang dituduhkan ke warga Palestina kepada Israel, ditambah hari raya yang bersamaan antara Muslim dan Yahudi.
Warga Palestina mengatakan kehadiran polisi yang banyak, seperti mengenakan perlengkapan anti huru-hara telah memperburuk keadaan. Setahun yang lalu, bentrokan malam antara warga Palestina dan polisi tumbuh begitu intens sehingga memicu perang Israel-Gaza.
“Kami ingin bulan Ramadhan berlalu dengan damai dan orang-orang merasa aman dan terlindungi. Tetapi Israel ingin memicu ketegangan. Ini terlihat dari perilaku pasukan dan polisinya,” kata aktivis Palestina Ahed Al-Rishiq, Rabu (6/4/2022).
Polisi Israel mengatakan sementara sebagian besar yang hadir mencoba merayakannya, setiap malam sekelompok kecil pemuda yang datang dari luar kota melemparkan batu ke arah petugas. Mereka telah menangkap 36 orang di sekitar Gerbang Damaskus sejak awal Ramadhan pada 2 April, menurut juru bicara polisi.
Palestina menginginkan wilayah Yerusalem Timur, yang mencakup Kota Tua yang bertembok yang diambil oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967, sebagai ibu kota negara masa depan. Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya yang tak terpisahkan.