By | April 8, 2022

Syekh Abdul Qadir Al Jailani merupakan sosok tasawuf sang pembaru

REPUBLIKA.CO.ID, — Syekh Abdul Qadir Al Jailani. Sang mujtahid paling cemerlang dari abad keenam Hijriyah itu menyempurnakan banyak legasi pendahulunya. 


Ulama yang berasal dari Suku Kurdi itu tidak hanya mampu menggabungkan syariat dan tarekat secara teori, tetapi juga dalam ranah praktis aplikatif.


 Sejarah mencatat, perannya juga penting dalam meneruskan semangat Islah yang dirintis Al Ghazali di dunia pendidikan.


Pengaruh Syekh Abdul Qadir dalam perkembangan tasawuf begitu besar. Para pengkaji tasawuf, baik di Barat maupun Timur, sangat menaruh hormat kepadanya. 


Tokoh itu dipandang sukses membumikan tasawuf bagi masyarakat Muslim hingga saat ini. Di Indonesia, kemasyhuran sang syekh begitu tinggi. Bahkan, namanya menjadi sarana wushuliyyah serta selalu disebut dalam berbagai acara keagamaan.


Ibnu Rajab Al Hanbali dalam Adz-Dzail ‘alaa Thabaqat al-Hanabilah, menjelaskan bahwa Syekh Abdul Qadir bernama lengkap Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Abdullah bin Jankiy. 


Nasabnya sampai pada Nabi Muhammad SAW, baik melalui jalur ayah maupun ibundanya, yang masih keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib. Keajaiban menyertai masa kecil Syekh Abdul Qadir al-Jailani. 


Dikisahkan, ibunya mendekati masa menopause jelang kelahiran putranya itu. Saat masih bayi, anak lelaki itu ikut berpuasa saat Ramadhan. “Anakku tidak mau menyusu sejak pagi hingga waktu Maghrib tiba tatkala bulan puasa,” kata sang ibunda.


Sang syekh juga pernah menuturkan kisah masa kecilnya kepada para murid. “Setiap kali terlintas keinginan untuk bermain bersama teman-temanku, aku selalu mendengar suara berbisik, ‘Jangan bermain, tetapi datanglah kepadaku wahai hamba Allah yang dirahmati.’ Karena takut, aku segera berlari ke dalam pelukan Ibu,” katanya mengenang. 


Abdul Qadir menghabiskan masa anak-anak di kampung halamannya. Dengan kecerdasannya, atas izin Allah SWT, dirinya dapat menghafal Alquran 30 juz di bawah bimbingan kedua orang tua dan kakeknya.


Tatkala masih di Gilan, dia juga memperbagus bacaan Alquran (tahsin) dengan belajar pada Abul Wafa Ali bin ‘Uqail al-Hambali serta Abul Khattab Mahfuzh Al Kalwadzani.   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *