Majelis Umum PBB keluarkan resolusi agar Rusia ditangguhhkan dari Dewan HAM
REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK–Sebagian besar negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB untuk menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia. Upaya ini dilakukan untuk menekan Rusia atas invasi ke Ukraina.
Resolusi tersebut didorong Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengeluarkan Rusia dari badan HAM. Sebanyak sembilan puluh tiga negara memberikan suara mendukung resolusi tersebut, termasuk Libya dan Turki. Namun, sebagian besar negara Timur Tengah abstain dari pemungutan suara, termasuk keenam negara Teluk.
Dilansir dari The New Arab, Jumat (8/4/2022), pada awal Maret, Arab Saudi, Mesir, dan UEA, semua sekutu Amerika Serikat, memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum yang menuntut Rusia menghentikan invasi ke Ukraina dan menarik semua pasukan.
Tetapi berbicara setelah pemungutan suara, perwakilan Arab Saudi di Majelis Umum PBB, Mohammed al-Ateeq, mengatakan resolusi itu menetapkan sebuah preseden serius yang mengancam kerja multilateral dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Aljazair, Iran, dan Suriah termasuk di antara 24 negara yang memberikan suara menentang penangguhan tersebut.
“Keputusan ini merupakan contoh lain dari manipulasi oleh Amerika Serikat dan sekutunya dan enambahkan penghinaan terhadap kredibilitas HRC,” tulis Perwakilan Tetap Republik Arab Suriah untuk PBB Hussam Edin Aala setelah pemungutan suara di Twitter.
Upaya ini adalah penangguhan kedua dalam sejarah badan hak asasi manusia. Libya, yang memilih untuk menangguhkan Rusia, dikeluarkan pada 2011 karena kekerasan terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan yang setia kepada pemimpin saat itu Muammar Qaddafi. Keanggotaannya dipulihkan delapan bulan kemudian, setelah Qaddafi digulingkan.
Dewan Hak Asasi Manusia meninjau catatan negara-negara anggota PBB tentang hak asasi manusia dan memberikan rekomendasi. 47 anggotanya dipilih oleh majelis umum 193 negara di New York untuk masa jabatan tiga tahun.
Rusia telah dituduh melakukan kejahatan perang dan bahkan genosida setelah ratusan mayat ditemukan di kota Bucha, Ukraina, menyusul penarikan Moskow dari daerah itu.
Beberapa mayat ditemukan di kuburan massal, sementara yang lain ditemukan dengan tangan terikat di belakang punggung.