masyarakat semakin sering berkumpul dalam bulan suci Ramadhan ini.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 terus menurun secara perlahan dalam sebulan terakhir, khususnya dalam delapan hari terakhir yang merupakan pekan pertama Ramadhan. Padahal masyarakat kini semakin sering berkumpul. Benarkan penurunan kasus ini terjadi karena sudah terbentuknya kekebalan kelompok alias herd immunity masyarakat Indonesia?
Berdasarkan data Satgas Covid-19 nasional, puncak kasus gelombang ketiga, yang disebabkan oleh virus corona varian omicron, terjadi pada 16 Februari 2022 lalu. Ketika itu, tercatat ada 64.718 orang terinfeksi dalam sehari.
Sejak masa puncak itu, kasus baru harian perlahan turun. Dalam delapan hari terakhir tercatat kasus baru berkutat di antara 1.000 hingga 2.400 saja per hari. Bahkan, hari ini (10/4), kasus baru mencapai titik terendah sejak puncak kasus omicron, yakni 1.071 kasus saja.
Penurunan drastis kasus baru Covid-19 dalam delapan hari terakhir terbilang kontras dengan kondisi di lapangan. Sebab, masyarakat semakin sering berkumpul dalam bulan suci Ramadhan ini. Misalnya berkumpul untuk melaksanakan shalat tarawih, ataupun kegiatan buka bersama.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Indonesia belum mencapai herd immunity. Sebab, salah satu syarat untuk mencapainya adalah cakupan vaksinasi harus 70 persen dari total populasi.
Untuk diketahui, vaksinasi dosis pertama sudah diterima 197,4 juta orang, sedangkan dosis kedua diterima 161,4 juta orang. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia sebanyak 273,8 juta jiwa, maka presentarse vaksinasi dosis pertama dan kedua adalah 72 persen dan 58,9 persen.
“Jadi ini proses mencapai herd immunity … masih ada potensi lonjakan kasus yang harus kita waspadai,” kata Nadia kepada Republika, Ahad (10/4/2022).
Menurut Nadia, faktor penyebab turunya kasus adalah karena sebagian besar masyarakat sudah memiliki antibodi terhadap virus corona. “Hasil sero survei kan menunjukkan 87 persen masyarakat sudah memiliki antibodi meski level proteksinya beda-beda,” ujar Nadia.
Sero Survey terakhir dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Tim Pandemi FKM UI pada November – Desember 2021, yang hasilnya dirilis 18 Maret 2022. Sebagaimana dikutip dari situs resmi Kemenkes, anggota Tim Pandemi FKM UI, Prof. Pandu Riono mengatakan antibodi 87 persen masyarakat itu terbentuk karena vaksinasi dan terinfeksi secara alamiah.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai, penurunan kasus terjadi karena dua faktor utama. Pertama karena menurunnya jumlah tes Covid-19.
“Kasus turun karena penurunan jumlah tes juga. Tidak ada yang menyadari, dalam enam pekan terakhir tes terus turun,” ucap Masdalina kepada Republika.
Mengacu pada data Satgas Covid-19, dalam delapan hari terakhir tercatat jumlah orang yang dites berada di angka antara 82 ribu dan 152 ribu per hari. Sedangkan pada masa puncak kasus, tercatat 500 ribu lebih orang dites per hari.
Faktor kedua, kata Masdalina, karena terbentuknya natural immunity masyarakat Indonesia terhadap virus corona varian omicron. Antibodi alamiah terbentuk karena sudah hampir semua masyarakat Indonesia sudah terinfeksi varian omicron, meski tak semuanya terlacak.
“Kita sudah 15 pekan sejak awal omicron masuk Indonesia. Kita sebenarnya sudah semua terinfeksi omicron,” kata Masdalina.
Masdalina meyakini, antibodi alamiah masyarakat Indonesia terbentuk bukan karena vaksin. “Kalau karena vaksin, mestinya tidak ada puncak kasus omicron pada bulan Februari,” kata Masdalina.
Masdalina menambahkan, meski hampir semua masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi alamiah, tapi bukan berarti tak akan ada lagi lonjakan kasus ke depannya. Sebab, antibodi alamiah yang terbentuk sekarang hanya bisa menangkal virus corona varian omicron.
“Masalahnya (bisa terjadi lonjakan kasus lagi) kalau ada varian baru. Karena itu, masyarakat tetap harus disiplin protokol kesehatan,” ujarnya.