JURNAL PERGURUAN TINGGI — Survei Bulan Februari 2022 terhadap 51 perguruan tinggi (PT) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menghasilkan data ada 145 ribu lebih mahasiswa. Sebanyak 52 ribu merupakan mahasiswa dari DIY, sedangkan 93 ribu berasal dari luar wilayah DIY. Saat ini, sudah ada 47 ribu mahasiswa tinggal di Yogyakarta.
Berdasarkan survei Bank Indonesia tahun 2020, pengeluaran mahasiswa rata-rata per bulan di Yogyakarta sebesar Rp 3 juta lebih. Sehingga hari ini, diprediksikan di Yogyakarta sudah beredar uang mahasiswa pendatang sebesar Rp 143 miliar per bulan atau Rp 4,8 miliar per hari.
“Itu baru data dari 51 kampus. Kalau kita buat kampus seluruh DIY dengan menggunakan data BI. Ada sekitar 350 ribu mahasiswa di DIY dan 63 persennya pendatang, 50 persen sudah hadir di Yogyakarta, maka harusnya per hari akan ada uang yang dikeluarkan mahasiswa pendatang Rp 11,5 miliar. Angka yang luar biasa.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Saya yakin, ini akan berkontribusi untuk menggerakan roda ekonomi Yogyakarta. Mahasiswa itu adalah wisatawan empat tahunan,” kata Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD.
BACA JUGA : Pembentukan LAM Ancam Keberlanjutan PTS
Fathul Wahid mengugkapkan hal itu pada Webinar HUT 11 Tahun Tribun Jogja dengan tema ‘Saatnya Mahasiswa Kembali Ke Jogja’, Senin (11/4/2022). Webinar ini menampilkan 11 Rektor berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Pembangungan Negeri Veteran (UPNV), Universitas Widya Mataram (UWM), Universitas Amikom, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Aisyiyah (Unisa). Kemudian Universitas Alma Ata (UAA), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY), dan Universitas Islam Indonesia (UII).
Fathul Wahid yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan APTISI sedang melakukan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) bersama yang dilakukan secara online, jogjaversitas.id Tahun 2022. Berdasarkan data survei dua tahun terakhir, UII dan PTS di DIY, tahun 2020, keterisian PMB, dari 72 PTS yang mengisi ada 84,3 persen.
“Jadi yang biasa 100, pandemi tahun pertama terisi 84,3 persen. Saya mendapat informasi beberapa PTS yang berhasil mendapatkan mahasiswa baru di atas 100 persen,” kata Fathul Wahid.
BACA JUGA : Rektor UII Harapkan IISMA tak Hanya Mobilisasi Mahasiswa
Pandemi tahun kedua, kata Fathul, survei bulan Agustus 2021, keterisiannya hanya sekitar 60 persen. Ini berarti alarmnya mulai bunyi. “Kalau tahun pertama dompetnya masih tebal, tahun kedua pandemi semakin tipis,” kata Fathul.
Para pimpinan perguruan tinggi sudah siap-siap menghadapi dampak pandemi Covid-19 tahun ketiga dan keempat yang diprediksikan akan semakin parah. “Tetapi alhamdulillah, kita menjadi saksi sekarang pandemi lebih terkendali. Ini menujukkan minat anak muda kuliah di Yogyakarta tetap bagus,” katanya.
Kemudian survei Februrari 2022 terkait dengan PMB, 68 persen pimpinan perguruan tinggi menyatakan optimismenya. Mereka berharap PMB tahun 2022, sama atau lebih baik atau jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Untuk UII, tambah Fathul, 50 persen mahasiswa sudah mulai melaksanakan kuliah luar jaringan (Luring). Sehingga saat ini, Kampus UII Jalan Kaliurang sudah banyak mobil dan motor yang parkir.
Selama pandemi, ada tiga hal yang dilakukan UII. Pertama, menyiapkan orangnya atau civitas akademika mulai vaksinasi, protokol kesehatan, cara kerja baru dan lain-lain. Kedua, ekosistem teknologi informasi. Ketiga, UII bisa memantau kepadatan gedung, per lantai. Saya tahu siapa saja yang jamaah dhuhur berapa. Melakukan mitigasi termasuk bantuan dan lain-lain.
“Selama pandemi, UII telah memberikan potongan SPP kepada mahasiswa sebanyak Rp 102 miliar. Kebijakan ini dimaksudkan agar tidak ada mahasiswa yang putus kuliah hanya gara-gara pandemi,” tandas Fathul Wahid.
Sistem Pendidikan
Sementara Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) mengatakan banyak orang beranggapan jika pandemi ini menjadi dasar untuk memperbaiki sistem pendidikan. Anggapan itu dinilainya kurang tepat. Sebab permasalahan utama yang menghambat kualitas pendidikan sudah terjadi jauh sebelum pandemi.
“Ada dua permasalahan utama yang harus ditangani untuk memperbaiki sistem pendidikan. Pertama, sekat-sekat yang memisahkan dunia pendidikan dengan dunia industri. Kedua, masih rentannya kekerasan di dalam lingkungan perguruan tinggi,” kata Nadiem Makarim.
Menurut Nadiem, kedua hal tersebut menyebabkan warga kampus terkekang dan tidak merdeka dalam belajar serta tidak berkembang. Sehingga pendidikan jalan di tempat. Karena itu, Kemendikbudristek meluncurkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). “Kunci keberhasilan MBKM ada di tangan setiap rektor,” kata Nadiem.
Nadiem menambahkan setiap kali dirinya berdialog dengan mahasiswa, mereka tertarik untuk mengikuti program MBKM. Mahasiswa ingin mendapatkan pengalaman magang di perusahaan-perusahaan kelas dunia, menjadi guru di daerah 3T (Terluar, Terpencil dan Tertinggal), dan pertukaran mahasiswa.
“Semua itu harus difasilitasi oleh kampus melalui MBKM. Sehingga para rektor harus mau mengubah perspektif dari anggapan Kampus adalah Institusi Menara Gading menjadi Ruang Belajar yang Adaptif dengan perubahan, terbuka terhadap peluang kolaborasi lintas sektor. Juga upaya memerdekakan kampus dari kekerasan,” katanya.
Kemudian permasalahan kekerasan di kampus diatasi dengan menerapkan Permendikbudristek nomor 30/2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Aturan ini bisa diimplementasikan dengan baik, hanya pemimpin perguruan tinggi memiliki keinginan untuk melindungi warga kampusnya dari kekerasan.
“Mari kita bergerak bersama mewujudkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka demi pemulihan dan akselerasi pendidikan tinggi kita,” harapnya. (*)
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: heri.purwata@gmail.com.