Sumber Foto: Republika
NYANTRI–KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memiliki segudang cerita lucu yang memantik orang-orang tertawa terbahak-bahak. Banyak humor Gus Dur disampaikan ulang oleh sahabat-sahabatnya atau dikumpulkan dalam bentuk buku. Seperti cerita tentang pemimpin tertinggi umat Katolik yang menjadi sopir Gus Dur.
Dikutip dari buku Karena Kau Manusia, Sayangi Manusia karya Abdul Wahid, Gus Dur menyampaikan cerita lucu itu saat mengisi orasi ilmiah dalam rangka Peresmian Kampus Universitas Yudharta, Pasuruan dan Kolokium (seminar) Ulama se-Indonesia di Pondok Pesantren Ngalah, Purwosari, Pasuruan, Senin, 23 Mei 2005. Di depan para ulama dan tokoh lintas agama ia menyampaikan guyonannya itu.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
“Karena di hadapan Romo, saya tidak tahan, terpaksa, menceritakan yang belakangan ini, sebagai penutup,” kata Gus Dur mengawali ceritanya. Seluruh hadiri tampak dengan seksama bersedia mendengarkan cerita yang akan disampaikan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut. Ia memulai ceritanya.
Beberapa bulan sebelum Sri Paus wafat, ia pergi jalan-jalan ke New York, Amerika Serikat. sore-sore yang sepi, ia naik mobil di pinggir kota. Lalu ia meminta sopir agar pindah ke belakang karena Sri Paus ingin menyetir sendiri.
“Pir, Anda berhenti. Anda pindah ke belakang, saya ingin belajar nyetir,”.
Ketika itu, usia Sri Puas sudah sangat tua yakni 84 tahun. Jalan saja sudah susah minta ampun malam ingin menyetir. Dua menit kemudian mobil yang disetiri masuk ke selokan. Polisi kemudian datang menghampiri dengan sirene mobilnya yang berbuny. Polisi itu mengurusi semuanya dan beres.
Polisi itu kemudian menelpon atasannya.
“Ndan, saya ini lagi ngurusi orang penting kecelakaan,”
“Siapa? Presiden?”
“Bukan?”
“Wakil Presiden?”
“Bukan!”
“Menteri?”
“Bukan!”
“Senator?”
“Bukan!”
“Gubernur?”
“Bukan!”
“Walikota?”
“Bukan!”
“Lha, Siapa?”
“Ndak tahu. Sopirnya saja Paus!”
Mendengar jawaban si polisi kepada komandannya itu, suasana terpecah seketika. Hadirin tertawa terbahak-bahak.
“Yang diurusi malah sopir yang di belakang!” imbuh Gus Dur.